Ada kabar yang merebak setelah berabad mati suri. Mendadak seperti ada sutet, saluran udara tegangan ekstra tinggi; menyembul dari tanah, menjulang tinggi – tinggi. Tetiba namamu disebut – sebut, perjalananmu diungkit – ungkit, dan berita pertemuan di sana – sini digelar untuk membincangkan semua itu. Aku mendapat kabar salah satu pertemuan penting yang diadakan beberapa minggu lalu. Pertemuan itu dihadiri orang – orang penting di satu tempat yang tertutup.
Kemarin aku bersua Ibu. Perjumpaan setelah sekian lama kami sibuk dengan giat kami sendiri – sendiri, lupa akan janji untuk selalu berjalan bersama – sama seperti harapmu ketika pulang bersama. Aku melihat binar di matanya, menebak – nebak kadar rindu yang dipendamnya. Ada sedikit – mungkin juga banyak – kikuk yang mengajak kekakuan pada setiap bincang yang terlontar. IBU pasti geli bila melihat bagaimana kami seperti remaja yang kasmaran.
Kamu tahu kan Nduk, IBU orangnya sangat pemilih?
Dirinya pun sudah mendengar kabar dari para pemberita yang menuliskan hasil pertemuan – pertemuan itu. Tentu saja dia tahu, kabar itu sedang ramai. Nama IBU akan menjadi perempuan ketiga belas yang akan menyandang gelar Pahlawan Nasional!
Berkali engkau selalu mengingatkan untuk tak berharap dielukan ketika melakukan sesuatu. Jika itu untuk kebaikan, lakukan saja. Setelah semua yang kau lakukan, dan perlakuan yang kau terima; masih saja engkau berpesan untuk selalu
mengasihi tanpa pamrih,
mengasihi dari hati,
dan mengasihi dengan tulus.
Jangan bimbang selama hatimu tak dicemari dengan iri, dengam, dan amarah
Inginmu hanya hal – hal sederhana yang bagi generasi masa terlalu sulit untuk diterapkan dalam kehidupan nyata di jaman manusia tersinggung sedikit saja amarahnya meninggi. Bagaimana mau menerapkan kasih jika kasih hanya memandang mereka yang sepaham dan sejurusan saja?
Aku tahu, yang IBU khawatirkan setelah namamu dicatatkan pada sebuah keputusan penting di negeri ini; jejakmu hanya diingat sebatas pada ulangan umum kenaikan kelas. Itu pun kalau pelajaran sejarah masih diajarkan di sekolah – sekolah. Itu sebab, IBU tak pernah ingin dipuja – puji meski engkau layak untuk mendapatkannya.
Ijinkan aku membayangkan sebentar saja. Bagaimana reaksimu jika namamu disebut Laksamana Malahayati, Pahlawan Nasional Perempuan dari Aceh. Bisa kubayangkan matamu pasti mendelik – delik digodain. Semoga mereka tak meributkan pakaianmu, tutup kepalamu, potretmu, tanpa memahami perjalanananmu.
Ah, IBU, aku kangen duduk – duduk di bukit, berbincang banyak hal denganmu. Mendengar cerita cerita perjalanan masa yang telah terlampaui, saleum [Admin_PK].
D satu sisi, aku bersyukur kak
Salam hangat Malahayati…